Sabtu, 06 November 2010

KONTROVERSI HADITS AHAD DIKALANGAN ULAMA

A. Pendahuluan
Pembahasan seputar Hadîts Ahâd sudah menjadi polemik sepanjang masa. Selama para pengikut masing-masing pihak yang berpolemik masih ada, maka selama itu pula perdebatan seputar hal itu tetap berlangsung, kecuali sampai batas yang dikehendaki oleh Allah. Sekalipun demikian, yang menjadi tolok ukur suatu kebenaran adalah sejauh mana berpegangan kepada al-Qur'an dan as-Sunnah melalui argumentasi-argumentasi yang kuat, valid dan meyakinkan.
Ada golongan yang berkeyakinan dan keyakinannya itu salah bahwa Hadits Ahâd bukan hujjah bagi 'aqidah. Karena menurut mereka, Hadits Ahâd itu bukan Qath'iy ats-Tsubût (keberadaan/sumbernya pasti), maka mereka menganggap hadits tersebut tidak dapat memberikan informasi pasti.
B. Definisi Hadits Ahad
Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir.
Macam-macam hadits ahad; pertama; Hadits gharîb (hadits Ahad yang diriwayatkan oleh satu orang pada setiap jenjangnya). Kedua; Hadits 'Azîz (diriwayatkan oleh dua orang pada setiap jenjangnya). Ketiga; Hadits Masyhûr (hadits Ahâd yang diriwayatkan oleh jama'ah (banyak orang) namun tidak mencapai derajat mutawatir)
Hadits Ahâd menurut Muhadditsin (para ahli hadits) dan Jumhur (mayoritas) ulama muslimin, wajib diamalkan apabila memenuhi syarat keshahihan dan diterimanya hadits itu. (dari Buletin an-Nur, tahun VI, No. 247/Jum'at I/Jumadal ula 1421 H)
C. Contoh-contoh hadits ahad

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَان َ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Islam dibangun diatas lima asas (yaitu) syahadat (persaksian) bahwa tidak Ilah yang hak kecuali Allah dan syahadat bahwa Muhammad itu Rasulullah, mendirikan shalat, memberikan zakat, haji dan puasa ramadlan (dalam riwayat lain puasa Ramadlan baru haji)"

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
"Dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu 'alaihi wa salalm bersabda, 'Iman itu ada enam puluh cabang lebih dan rasa malu merupakan salah satu cabang iman".

Dan di riwayat Imam Muslim

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
"Iman itu tujuhpuluh cabang lebih, Yang paling tinggi adalah ucapan laailaha illallaah, dan yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu merupakan salah satu cabang iman".

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, tidak akan beriman (sempurna keimanan) salah seorang diantara kalian sampai aku lebih dicintai daripada bapak dan anaknya".


قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm bersabda, 'Tidak akan beriman (tidak akan sempurna keimanan) salah seorang diantara kalian sampai aku lebih dicintai daripada bapak dan anaknya dan semua orang".

قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Ada tiga hal, jika ketiganya terkumpul pada diri seseorang maka ia akan mendapatkan manisnya iman; (yaitu) Allah dan Rasulnya lebih dicintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci dilempar kedalam api neraka".

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
"Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya: “Amal apakah yang paling afdhal?” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Iman kepada Allah dan RasulNya." Kemudian ditanya lagi, 'Lalu apa lagi ?' Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Jihad di jalan Allah'. Kemudian ditanya lagi, 'Lalu apa lagi ?' Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Haji yang mabrur.”

قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Ibnu Mas'ud mengatakan, "ketika turun firman Allah (yang artinya) Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al An'am 82), para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, 'Siapakah diantara kita yang tidak berbuat zhalim ?' lalu Allah menurunkan firmanNya (yang artinya), sesungguhnya kesyirikan itu adalah kezhaliman yang besar"
hadits tentang Jibril yang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya Islam, iman dan ihsan, dan di Shahih Bukhari diringkas.

مَا الْإِيمَانُ قَالَ الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ قَالَ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ قَالَ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
"Apakah iman ? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya, pertemuan denganNya, para rasulNya dan beriman kepada hari kebangkitan.' Jibril bertanya, 'Apakah Islam ? Rasulullah n bersabda, 'Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan sesuatupun denganNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang wajib, puasa Ramadlan. Jibril bertanya, 'Apakah Ihsan ? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm bersabda, 'Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak bisa melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu …"
hadits tentang utusan Abdul Qais yang datang kepada Rasulullah, lalu menyambut mereka dan memerintahkan kepada mereka empat perkara dan melarang dari empat perkara.

أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللَّهِ وَحْدَهُ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصِيَامُ رَمَضَانَ وَأَنْ تُعْطُوا مِنْ الْمَغْنَمِ الْخُمُسَ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintah mereka agar beriman kepada Allah Azza wa Jalla semata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, 'Tahukah kalian, apakah berimankepaada Allah semata itu? Mereka menjawab, 'Allah dan RasulNya lebih tahu. Beliau menerangkan, 'syahadat (persaksian) bahwa tidak ilah yang haq kecuali Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa salalm itu Rasulullah, menegakkan shalat, memberikan zakat, puasa Ramadlan dan memberikan seperlima dari ghanimah…"

hadits dari jalan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
"Bahwasanya rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus Mu'adz Radhiyallahu 'anhu ke Yaman, lalu rasulullah bersabda, 'Serulah mereka kepada syahadat (persaksian) bahwa tidak ilah yang haq kecuali Allah dan bahwasanya aku Rasulullah. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali sehari semalam. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat dalam harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir mereka".

Dan yang terakhir hadits masyhur dan telah diterima oleh para ulama.

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
"Sesungguhnya mantera-mantera (yang bathil), jimat dan pelet termasuk bagian syirik".

D. Pendapat Para Ulama Mengenai Hadits Ahad

1. Pendapat yang membenarkan hadits ahad bisa dijadikan hujjah diseluruh aspek

Ibnu Hajar berkata : "Hadits yang didukung dengan qarinah (Penguat), bisa
saja sampai tingkat memberikan ilmu ( keyakinan ). Hadits yang seperti ini ada
beberapa macam. Diantaranya yaitu hadits-hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori &
Muslim Dalam kitab Shahihnya. Walaupun hadits-hadits itu tidak sampai derajat
mutawatir, namun dia didukung dengan beberapa hal yang menguatkannya. Diantaranya:
a. Kesepakatan Bukhori & Muslim dalam periwayatannya
b. Kejelian mereka memilah Hadits yang Shahih dari yang lain
c. Sikap para ulama yang menerima secara utuh Kitab Shahih mereka

Ibnu Sholah dalam Muqoddimahnya berkata. "Semua riwayat yang telah
disepakati bersama oleh Bukhori & Muslim, semuanya telah diakui keshahihannya.
Kami hadirkan kpd anda contoh-contoh hadits Ahad :
a. Kenabian Adam.
b. Sepuluh orang yang dijamin masuk surga
c. Keutamaan kenabian Nabi Muhammad SAW atas seluruh nabi dan rosul
d. Pertanyaan malaikat Munkar & nakir dalam kubur
e. Beriman kepada Qadha & Qodar
f. Turunnya Nabi Isa

2. Pendapat yang hanya menjadikan hadits ahad boleh dipakai dalam hal amaliah bukan masalah Aqidah

Sayyid Qutub dalam tafsir Fi Dzilalil Quran menyatakan, bahwa, hadits ahad tidak bisa dijadikan sandaran (hujjah) dalam menerima masalah ‘aqidah. Al-Quranlah rujukan yang benar, dan kemutawatirannya adalah syarat dalam menerima pokok-pokok ‘aqidah .

Imam Syaukani menyatakan, “Khabar ahad adalah berita yang dari dirinya sendiri tidak menghasilkan keyakinan. Ia tidak menghasilkan keyakinan baik secara asal, maupun dengan adanya qarinah dari luar…Ini adalah pendapat jumhur ‘ulama. Imam Ahmad menyatakan bahwa, khabar ahad dengan dirinya sendiri menghasilkan keyakinan. Riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Hazm dari Dawud al-Dzahiriy, Husain bin ‘Ali al-Karaabisiy dan al-Harits al-Muhasbiy.’

Prof Mahmud Syaltut menyatakan, ‘Adapun jika sebuah berita diriwayatkan oleh seorang, maupun sejumlah orang pada sebagian thabaqat –namun tidak memenuhi syarat mutawatir [pentj]—maka khabar itu tidak menjadi khabar mutawatir secara pasti jika dinisbahkan kepada Rasulullah saw. Ia hanya menjadi khabar ahad. Sebab, hubungan mata rantai sanad yang sambung hingga Rasulullah saw masih mengandung syubhat (kesamaran). Khabar semacam ini tidak menghasilkan keyakinan (ilmu) .”

Beliau melanjutkan lagi, ‘Sebagian ahli ilmu, diantaranya adalah imam empat (madzhab) , Imam Malik, Abu Hanifah, al-Syafi’iy dan Imam Ahmad dalam sebuah riwayat menyatakan bahwa hadits ahad tidak menghasilkan keyakinan.”

Imam Asnawiy menyatakan, “Sedangkan sunnah, maka hadits ahad tidak menghasilkan apa-apa kecuali dzan ”

Imam Bazdawiy menambahkan lagi, ‘Khabar ahad selama tidak menghasilkan ilmu tidak boleh digunakan hujah dalam masalah i’tiqad (keyakinan). Sebab, keyakinan harus didasarkan kepada keyakinan. Khabar ahad hanya menjadi hujjah dalam masalah amal. ”

Al-Qadliy berkata, di dalam Syarh Mukhtashar Ibn al-Haajib berkata, “’Ulama berbeda pendapat dalam hal hadits ahad yang adil, dan terpecaya, apakah menghasilkan keyakinan bila disertai dengan qarinah. Sebagian menyatakan, bahwa khabar ahad menghasilkan keyakinan dengan atau tanpa qarinah. Sebagian lain berpendapat hadits ahad tidak menghasilkan ilmu, baik dengan qarinah maupun tidak.”

Syeikh Jamaluddin al-Qasaamiy, berkata, “Jumhur kaum muslim, dari kalangan shahabat, tabi’in, dan ‘ulama-ulama setelahnya, baik dari kalangan fuqaha’, muhadditsin, serta ‘ulama ushul; sepakat bahwa khabar ahad yang tsiqah merupakan salah satu hujjah syar’iyyah; wajib diamalkan, dan hanya menghasilkan dzan saja, tidak menghasilkan ‘ilmu.”

Dr. Rifat Fauziy, berkata, “Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang,dua orang, atau lebih akan tetapi belum mencapai tingkat mutawatir, sambung hingga Rasulullah saw. Hadits semacam ini tidak menghasilkan keyakinan, akan tetapi hanya menghasilkan dzan….akan tetapi, jumhur ‘Ulama berpendapat bahwa beramal dengan hadits ahad merupakan kewajiban.”

Issa ibn Aban (w. 220 H), murid dari Imam Hasan As-Shaibani (w. 189 H) dalam bukunya menyatakan secara jelas: “ Hadis Ahad tidak dijadikan dalil dalam masalah aqidah, tetapi sebagai dalil amal perbuatan ”.
Ali ibn Musa al –Qummi (w. 305 H), dalam kitabnya (Khobar Ahad) menyatakan: “Hadis Ahad tidak dijadikan dalil dalam masalah aqidah, tetapi dalil dalam masalah amal perbuatan ”.
Imam At-Thobari (w. 310 H), dari Imam Al-Sarkhasi (Ushul Al-sarkhasi), Imam At-Thobari menyatakan: “Hadis Ahad tidak dijadikan dalil dalam masalah aqidah, tetapi dalil dalam masalah amal perbuatan ”.
PARA ULAMA HAMBALIYAH
Imam Ahmad bin Hambal berpendapat yang dikutip oleh Imam Muhammad Abu Zahra: “ Kami memandang bahwa Imam Ahmad dalam masalah Aqidah berpegang pada dalil-dalil syara’ ( secara Manqul), tidak tunduk kepada hasil akal semata. Beliau adalah seorang Ulama Ahli Sunnah………..Maka Imam Ahmad berpegang pada nash yang ditegakkan berdasarkan dalil Qoth’I karena ia (dalil qoth’I yaitu Al-qur’an dan Hadis Mutawatir –pent) berasal dari Allah SWT dan juga dengan ucapan Rasul yang Qoth’I juga berasal dari Allah SWT….” (Lihat Tarikh Al-Madzhib Al-Islamiyah hal. 506).
Abu Bakar Al-Astram mengutip tulisan Abu Hafs Umar bin Badr menyatakan, bahwa Imam Ahmad telah berkata: “Jika ada hadis ahad mengenai hukum, dia harus diamalkan. Saya berkeyakinan demikian, tetapi saya tidak menyaksikan bahwa Nabi saw., benar-benar menyatakan demikian” ( Ma’anil Hadis).
Abu Ya’la, menyatakan: “Apabila umat sepakat atas hukumnya dan sepakat untuk menerimanya, maka hadis ahad berfaedah yakin dan tidak ada keraguan didalamnya ( jika umat tidak sepakat, berarti hadis ahad kembali pada status asalnya yaitu dalil yang menghasilkan Dzon –pent)”.
Abu Muhammad, menegaskan: “Hadis Ahad tidak berfaedah qoth’i. Dan inilah pendapat kebanyakan pendukung dan Ulama Mutaakhirin dari pengikut Imam Ahmad” (lihat Kitab Raudhah).
Abu Khatab ( Murid Imam Hambali) menyatakan: “ Ijma’ yang diriwayatkan secara Ahad tidak Qoth’I, tetapi digunakan sebagai dalil masalah amal perbuatan”.
Menurut sebagian Ulama Hambaliyah bahwa hadis ahad tidak boleh dipakai untuk mentakhsis ayat-ayat Al-Qur’an yang ‘Aam dan pendapat ini diikuti oleh Ahli Dzohhir (pengikut dari Abu Dawud Adh-Dhohhiri) (Ilmu Mustholah Hadis ; Ust. Moh. Anwar Bc. Hk, hal. 31).
PENDAPAT PARA ULAMA SYAFI’IYAH
Imam Syafi’i berpendapat bahwa hadis ahad tidak dapat menghapus hukum dari Al-Qur’an , karena Al-Qur’an adalah Mutawatir (Ilmu Mustholah Hadis ; Ust. Moh. Anwar Bc. Hk, hal. 31).
Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali (w. 505 H) berkata: “Tatkala sebuah hadis terbukti sebagai hadis Ahad, maka in tidak berfaedah Ilmu\Dzoni dan masalah ini sudah diketahui dengan jelas dalam Islam (ma’lumun bi al-Dharuri)”. Lalu beliau melanjutkan penjelasannya: ‘’Adapun pendapat para Ahli hadis bahwa ia (hadis Ahad-pent) adalah menghasilkan Ilmu\qoth’I adalah hadis Ahad yang wajib untuk diamalkan dan ketentuan ini ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Qoth’I (yang menghasilkan Ilmu\qoth’I-pent)” ( Al-Mustasfa min Ilm’ al-Ushul juz 1\hal 145-146 -pent).
Imam Abu Al-Hasan Saifudin Al-Amidi (w. 631), beliau berkata : ‘’Bahwa maslah Aqidah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil qoth’I, sedang masalah furu’ cukup ditetapkan dengan dalil-dalil dzoni’’. Lalu menambahkan: ‘’Barang siapa menolak Ijma’ (konsensus-pent) dalam masalah ini telah gugur pendapatnya, dengan adanya kasus pada masalah fatwa dan kesaksian. Perbedaan antara masalah Ushul dan furu’ adalah sangat jelas. Mereka yang menyamakan masalah ushul dan masalah furu’ berarti telah membuat hukum sendiri, hal ini adalah sesuatu yang mustahil dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang sombong dan arogan’’ (Lihat Al-Ihkam fi Ushuli Al-Ahkam Imam Al-Amidi juz I\hal. 71-72; Al-Ihkam fi Ushuli Al-Ahkam Imam Ibn Hazm juz I\hal. 114 -pent).
Imam Abu Zakariya Muhyidin Al-Nawawi (w. 676 H), dalam pengantar syarah Shohih Muslim ketika membahas kelemahan pendapat Ibn Sholah yang menyatakan bahwa Hadis Ahad adalah Qoth’i. Setelah menulil pernyataan Ibn Sholah, beliau menegaskan : ‘’Pendapat ini menyalahi pendapat para Ahli Tahqiq dan jumhur Ulama, walaupun hadis tersebut ada dalam kitab shohihain selama tidak mencapai derajat mutawatir, maka hadis itu menghasilkan dzon. Dalam masalah ini Imam Bukhari, Imam Muslim dan para Imam Hadis lainnya dihukumi dengan cara yang sama” . Ibnu Burhan dan Ib Abdis salam pun menentang pendapat Ibn Sholah diatas (Syarah Shohih Muslim juz 1\hal. 130-131).
Al-Hafidz Ibn Hajar (w. 852 H) menyatakan dengan menukil pendapat Imam Yusuf Al-Kirmani bahwa : “Hadis ahad tidak dijadikan dalil dalam masalah aqidah’’ (Fathul bari juz 8, bab khobar Ahad).
Imam Jalaludin Abdur Rahman bin Kamaludin As-Suyuti (w. 911 H) menyatakan : ‘’ hadis Ahad tidak Qoth’I dan tidak dapat dijadikan dalil dalam masalah Ushul atau Aqidah” (Tadrib Al-Rawi Fi Syarh Taqrib Al-Nawawi) dan juga lihat pada kitabnya yang lain (Al-Itqon Fi Ulum Al-Qur’an juz 1\hal. 77 dan juz 2\hal.5).
PENDAPAT PARA ULAMA MALIKIYAH
Imam Al-Hafidz Abu Nu’aim Al-Isfahani (w 430 H) berkata : “Hadis Ahad tidak menghasilkan Ilmu\dzoni, tetapi dapat dijadikan dalil dalam cabang Hukum Syari’at”.
Ulama-ulama Malikiyah tidak mengamalkan hadis ahad yang bertentangan dengan amal Ahli Madinah (Ilmu Mustholah Hadis ; Ust. Moh. Anwar Bc. Hk, hal. 32).
Imam Malik ra. menegaskan : “Hadis Ahad apabila bertentangan dengan Qowa’id (kaidah-kaidah), maka ia tidak diamalkan (Fathul Bari juz 4\hal. 156).
PERNYATAAN DARI ULAMA LAINNYA:
Imam Asnawi menyatakan : “Syara’ memperbolehkan dalil dzoni dalam masalah-masalah amaliyah yaitu masalah furu’ tanpa amaliyah dalam masalah Qowaid Ushul Ad-din. Demikianlah Qowaid Ushul Ad-din sebagaimana dinukil oleh Al-Anbari dalam Kitab Syarah burhan dari para Ulama yang terpercaya” ( Nihayah Fi Ilm’ Al-Ushul).
Imam Ibn Taimiyah berkata : “ khobar ahad yang telah diterima (terbukti shohih-pent) wajib mewajibkan ilmu menurut Jumhur sahabat Abu hanafi, Imam Malikl, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad. Dan ini merupakan pendapat kebanyakan sahabat Imam Asy’ari seperti Al-Asfaraini dan Ibn faruk. Tetapi hadis Ahad hukum asalnya tidak berfaedah kecuali dzoni. Bila ia didukung dengan ijma’ ahlul ilmi dengan hadis lainnya maka ia dapat memberi faedah yang pasti (naik derajatnya menjadi hadis mutawatir maknawi –pent) (Lihat Majmu Fatwa juz 18, hal. 41).
Imam Jamaluddin Al-Qosimi menyatakan : “Sesungguhnya jumhur kaum muslimin dari kalangan sahabat, tabi’in, golongan setelah mereka dari kalangan fuqoha, ahli hadis, dan ulama ushul berpendapat bahwa hadis ahad yang terpercaya dapat dijadikan hujjah dalam masalah tasyri’ yang wajib diamalkan, tetapi hadis ahad ini hanya menghantarkan pada Dzon tidak sampai derajat ilmu (yakin)” (Qawaidut Tahdis, hal. 147-148)
Imam Kasani menyatakan : “Pendapat sebagian besar fukoha menerima hadis ahad yang terpercaya dan adil serta diamalkan dalam masalah tasyri’ kecuali masalah aqidah, sebab I’tiqod wajib dibangun dengan dalil-dalil yang qoth’I, yang tidak ada keraguan didalamnya, sementara masalah amal (tasyri’) cukup dengan dalil yang rajih (kuat) saja” ( Badaa’iu shanaa’I juz 1\hal. 20).
Imam Abi Muhammad Abdurrahim bin Hasan Al-Asnawi (w. 772 H), berkata: “Hadis Ahad hanya menghasilkan persangkaan saja. Allah SWT membolehkan hanya dalam massalah amaliyah (tasyri’), yang menjadi cabang-cabang agama, bukan masalah ilmiah seperti kaidah-kaidah pokok hukum agama” ( Syarh Asnawi Nihayah as-Saul Syarh Minhaju Al-Wushul Ila Ilmi Al-Ushul Al-Baidhawi, juz 1\hal. 214).
PENDAPAT PARA ULAMA KONTEMPORER
Syeikh DR. Rif’at Fauzi menegaskan: ‘’Hadis semacam ini (hadis ahad) tidak berfaedah yakin dan qoth’i. Ia hanya menghasilkan Dzon’’.
Syeikh DR. Abdurahman Al-Baghdadi, menyatakan: “Para Ulama sepakat bahwa hadis Ahad tidak menghasilkan keyakinan dan tidak digunakan sebagai dalil dalam masalah Aqidah” (Lihat Kitab Radu’ alal Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyah hal 191).
Syeikh DR. Muhammad Wafa’ menegaskan bahwa: ‘’Menurut Mayoritas Ulama hadis-hadis Rasul SAW terbagi menjadi dua, yaitu hadis Mutawatir dan Hadis Ahad. Sedang Ulama Hanafiyah menambahkan satu, yaitu hadis masyhur‘’. Kemudian veliau melanjutkan pembahasannya: ‘’Sedang Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi atau lebih yang tidak mencapai batas Muatawatir. Ia memberikan keraguan, serta tidak dapat memberikan ketenangan dan keyakinan’’ (Lihat kitab Ta’arudh al-adilati As-Syar’iyati min Al-Kitabi Wa As-Sunnahi Wa At-Tarjihu Bainaha, hal. 70).).
Prof. DR. Mukhtar Yahya dan Prof. Fatchurrahman menegaskan bahwa Hadis ahad tidak dapat digunakan untuk menetapkan sesuatu yang berhubungan dengan aqidah dan tidak pula untuk menetapkan hukum wajibnya suatu amal (Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam; hal 54).
Ust. Moh. Anwar Bc.Hk juga menegaskan bahwa para Muhaqqiqin menetapkan hadis ahad shohih diamalkan dalam bidang amaliyah baik masalah ubudiyah maupun masalah-masalah mu’amalah, tetapi tidak dalam masalah aqidah/keimanan karena keimanan\keyakinan harus ditegakkan atas dasar dalil yang Qoth’I, sedangkan hadis ahad hanya memberikan faedah Dzonni (Ilmu Mustholah Hadits, hal. 31).
Maulana M. rahmatulah Kairanvi berkata tatkala membela hadis dan autentitasnya dari serangan para orientalis : “Hadis Ahad adalah jenis hadis yang diriwayatkan dari seorang perawi kepada seorang perawi lainnya atau sekelompok perawi, atau sekelompok perawi kepada seorang perawi”. Selanjutnya beliau mengatakanbahwa: “Hadis Ahad tidak menghasilkan kepastian sebagaimana dua contoh diatas. Hadis ini tidak dapat dijadikan sebagai dalil dalam masalah aqidah, tetapi diterima sebagai dalil dalam masalah amaliyah praktis” (Izhar Al-Haq juz 4).
E. Daftar pustaka
Sayyid Qutub --> Sayyid Qutub, Fi Dzilalil Quran, juz 30, hal. 293-294

Imam Syaukani --> Irsyaad al-Fuhuul ila Tahqiiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushuul, hal.48. Diskusi tentang hadits ahad, apakah ia menghasilkan keyakinan atau tidak setidaknya bisa diikuti dalam kitab Al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, karya Imam al-Amidiy; [lihat Al-Amidiy, Al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz I, Daar al-Fikr, 1417 H/1996 M, hal.218-223].
Prof Mahmud Syaltut --> Islam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, hal. 63.
Al-Ghazali --> Islam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Imam Asnawiy --> IIslam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Imam Bazdawiy --> IIslam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Al-Kasaaiy --> Al-Kasaaiy, Badaai’ al-Shanaai’, juz.I, hal.20
Imam Al-Qaraafiy --> Imam al-Qaraafiy, Tanqiih al-Fushuul , hal.192.
Al-Qadliy --> Syarh Mukhtashar Ibn al-Haajib
Dr. Rifat Fauziy, --> Dr. Rifat Fauziy, al-Madkhal ila Tautsiiq al-Sunnah, ed.I, tahun 1978.
http://syabab1924.blogspot.com/2010/10/pendapat-para-ulama-seputar-menolak.htm, 24 oktober 2010, 19.22.
http://yaummi.com/index.php?option=com_content&task=view&id=148&Itemid=169, 24 0ktober 2010, 19.20.
http://keepfight.wordpress.com/2009/10/16/pendapat-ulama-tentang-hadits-ahad/, 24 0ktober 2010, 19.28.

HADITS-HADITS TENTANG HARTA FA'I

A. Latarbelakang Masalah
Belakangan ini kita kembali disuguhkan dengan pemberitaan tentang teroris dan pemberantasannya di tanah air. Ada yang menarik dan perlu untuk dikritisi dari pemberitaan tersebut, yakni awalnya Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri yang menggulirkan istilah fa'i (harta rampasan) ketika menegaskan para perampok Bank CIMB Niaga di Medan dan Toko Emas yang terjadi di beberapa kota, khususnya wilayah Sumatra. Berdasarkan pengakuan dari para tersangka yang berhasil ditangkap bahwa apa yang mereka lakukan adalah bagian dari jihad fi sabililah, jadi perampokan tersebut dikategorikan sebagai fa’i (harta rampasan yang ditinggal oleh kafir yang sedang diperangi) yang halalkan dalam Islam. "Bagi mereka (para teroris), merampok, fa'i, itu sah dan halal, karena harta itu didapat dari orang kafir". Adapun tujuan perampokan tersebut dikatakan oleh mereka adalah untuk persediaan logistic dalam latihan perang dan untuk membeli senjata.
Dalam Islam memang mengenal istilah harta fai' (lihat: QS. Al Hasyr [59]: 6-7, namun definisi dan penjelasan mengenai fai’ tidak sesederhana dan sesempit sebagaimana yang mereka pahami. Islam tidak mengajarkan untuk menghalalkan segala cara dalam memperjuangkan cita-cita Islam. Bahkan Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan yang merugikan apalagi menyebabkan nyawa orang-orang yang belum tentu bersalah melayang. Mengenai fai’ itu hanya bisa dilakukan dalam konteks dan dengan kondisi khusus, yaitu ketika musuh Islam (kafir harby) yang berada di suatu wilayah perang (darrul harb) pergi ketakutan akan datangnya pasukan Islam (dalam konteks perang fisik). Harta yang tidak sempat mereka bawa dan tertinggal atau ditinggal, maka itulah yang disebut harta fa'i, dan yang berhak menentukan serta membagikan harta fa’i tersebut adalah seorang pemimpin (kepala negara) atau penguasa muslim (khalifah) yang terpilih dengan ketentuan hukum Islam.
Menurut Syekh Abdul Baqi Ramdhun menjelaskan bahwa harta fa'i menurut istilah syar'i adalah segala apa yang dirampas dari orang-orang kafir tanpa melalui perang ataupun pengerahan kuda maupun onta. Seperti harta yang ditinggalkan orang-orang kafir karena takut diserang oleh kaum muslimin dan mereka melarikan diri, harta jizyah, harta pajak dan hasil kompensasi perdamaian, harta ahli dzimmah yang mati tidak punya ahli waris, dan harta orang murtad dari Islam apabila ia terbunuh atau mati.
Dilihat dalam konteks sejarah munculnya fa’i, dilatarbelakangi adanya pengkhianatan orang Yahudi Bani Nadhir yang enggan membantu membayar tebusan ganti rugi atas terbunuhnya dua orang muslim dari Bani Kilab yang tidak sengaja dibunuh oleh Amir bin Umaiyyah adl-Dhamri, serta rencana Bani Nadhir hendak membunuh Nabi Muhammad saw. Atas dasar itulah Nabi mengutus seorang utusan kepada mereka untuk menyampaikan pesan: “Keluarlah kalian dari negeriku karena kalian telah merencanakan pengkhianatan. Aku beri tempo 10 hari. Kalau setelah itu masih ada yang terlihat, akan kupenggal batang lehernya.”
Awalnya mereka setuju dengan keputusan yang Nabi buat, namun mereka berubah pikiran lantaran terbujuk rayuan Abdullah bin Ubay bin Salul yang menjanjikan akan melindungi mereka dengan dua ribu tentara, sehingga mereka bertekat untuk bertahan di benteng-benteng mereka. Lalu Rasulullah saw., memerintahkan para sahabatnya untuk memerangi mereka. Sebelum terjadi peperangan mereka sudah ketakutan melihat tentara Islam dan menyerah tanpa perlawanan. Kepada Rasulullah saw., mereka bersedia meninggalkan kota Madinah sebagaimana yang diinginkan beliau. Tetapi Rasulullah saw menjawab : “Sekarang aku tidak menerimanya kecuali jika kalian keluar dengan darah-darah kalian saja. Kalian boleh membawa harta yang dapat dibawa oleh unta, kecuali senjata.” Akhirnya mereka menerima keputusan ini dan keluar dengan harta yang dapat diangkut oleh unta mereka. Harta yang mereka tinggalkan itulah yang disebut dengan harta fa’i.
Tidak dipungkiri, di tengah-tengah kaum Muslim ada pemahaman agama yang keliru, yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan aksi yang juga keliru. Dalam kasus fa’i (harta rampasan), sebagian kecil kelompok Muslim menganggap harta di luar kelompok mereka adalah seperti harta orang kafir, karena mereka berada diluar Negara Islam yang mereka klaim telah berdiri. Menurut Abdul Mu’thi seorang tokoh Muhamadiyah, sikap teroris ini muncul karena teroris tidak mengakui pemerintahan yang tidak sesuai dengan konsep mereka. Karena tidak mengakui, maka produk hukum yang dibuat oleh pemerintah tidak harus dipatuhi. Oleh karena itu mereka menganggap perbuatan tersebut sebagai sesuatu yang sah, pemahaman mereka (teroris) yang tanpa hujjah menjadi pembenaran atas aksi-aksi kriminal untuk mengambil harta orang lain di luar kelompok mereka. Inilah kesalahan fatal dalam memahami makna fa’i.
Padahal, harta rampasan perang dalam Islam adalah harta yang diperoleh dari peperangan melawan orang kafir. Jadi dalam kondisi aman perampokan atas nama fa’i itu tidak benar. Kesalahan ideologi para teroris itu tidak bisa dihubungkan dengan Islam. Sebab Islam sudah memiliki aturan yang tidak pernah menghalalkan perampokan. Karena itu, jelas bahwa fa’i itu harus dipahami dalam konteks seperti apa dan kapan itu bisa terjadi.
Maka dengan alasan inilah yang menjadi latar belakang peneliti, untuk menulis karya ilmiah ini, dan peneliti ingin mencoba meluruskan kesalah pahaman dalam memahami maksud hadits Nabi Muhammad saw., yang berkaitan dengan harta fa’i.
Mengenai penelitian hadits, peneliti sengaja tidak mengkaji tentang keshahihan sanad dan matan atau yang lebih dikenal dengan Tahqiq al-Hadits, karena peneliti sudah melakukan pengecekan hadits, di luar penelitian ini. Sehingga peneliti berkesimpulan bahwa hadits yang peneliti camtumkan itu tergolong hadits yang shahih sanad dan matannya. sehingga peneliti hanya mengkaji tentang Ma’ani al-Hadits-nya saja.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pemahaman tentang hadits-hadits harta fa’i (harta rampasan)?
2. Bagaimanakah kontekstualisasi hadits tentang harta fa’i di era kekinian?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemahaman tentang hadits-hadits harta fa’i.
2. Untuk mengetahui kontekstualisasi hadits tentang harta fa’i.


D. Manfaat Penelitian
1. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Tafsir Hadits satu.
2. Memberikan kontribusi dan pemahaman baru kepada masyarakat mengenai hadits-hadits tentang harta fa’i.

E. Telaah Pustaka
Kajian pustaka ini merupakan uraian mengenai hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang masalah yang sejenis, sehingga dapat diketahui dengan pasti tentang posisi peneliti dan kontribusinya.
Mengenai objek yang penulis bahas, penulis menemukan beberapa karya tulis yang pernah membahas tentang harta fa’i yakni, Kitab Syarah ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani diterjemahkan oleh Amiruddin, dengan judul “Fathul Baari (16): Penjelasan Kitab Shahih Bukhari”. Dalam Kitab Syarah tersebut menjelaskan mengenai ketetapan seperlima harta rampasan perang, perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai pembagian harta fa’i dan ghanimah, serta menjelaskan mengenai macam-macam harta fa’i beserta pembagiannya.
Selanjutnya tulisan dalam bentuk buku, disusun oleh Muhammad Baltaji yang telah diterjemahkan Masturi Irham dengan judul “Metode Ijtihad Umar bin Khathab”. Dalam buku tersebut menjelaskan mengenai ijtihad Umar dalam hal harta rampasan perang berupa tanah dan sungai yang diperoleh melalui peperangan ataupun secara damai, semuanya dialokasikan untuk kepentingan umat. Sedang harta yang lainnya (harta bergerak) dibagikan kepada tentara yang ikut berperang. Kemudian menjelaskan mengenai perbedaan ghanimah dan fa’i, serta makna fa’i dan ghanimah.
Adapun karya dalam bentuk ensiklopedi yang disusun oleh Sa’di Abu Habieb, dengan judul “Persepakatan Ulama dalam Hukum islam; Ensiklopedi Ijmak”. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa orang yang berhak atas harta fa’i adalah kepala negara, ulama bersepakat bahwa orang kafir yang negerinya dikuasai secara damai atau peperangan tanahnya menjadi fa’i orang Islam, dan orang yang berhak menerima fa’i yaitu tentara yang maju perang, nafkah untuk keluarganya, serta keperluan lainnya. Sedang pembagian fa’i dibagi menjadi lima bagian sebagaimana harta ghanimah (rampasan perang).
Selanjutnya karya tafsir yang disusun oleh Hamka, dengan judul “Tafsir Al-Azhar (Juz 27)”, beliau dalam menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan metode tafsir analitis atau tahlili yang bercorak adabi ijtima’i (social kemasyarakatan), penafsiran beliau mengenai harta fa’i menjelaskan mengenai sejarahnya, maknanya, serta pembagian dimasa Nabi dan masa sepeninggal Nabi.
Dalam sebuah karya kerjasama antara UII (Universitas Islam Indonesia) dan Departemen Agama berupa tafsir, dengan judul “Al-Qur’an dan Tafsirnya”. Adapun metode yang dipakai dalam menafsirkan al-Qur’an menggunakan metode Tafsir Iijmaly, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an hanya secara global saja yakni tidak mendalam dan tidak secara panjang lebar, sehingga bagi orang awam akan lebih mudah untuk memahaminya. Dalam tafsir tersebut, mengungkapkan tentang sejarah harta fa’i, hukum hartanya, dan pembagiannya.
Ringkasan tafsir yang disusun oleh Muhammad ar-Rifa’i, dengan judul “Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4 (surah ash-Shaaffat-an-Naas)”, adapun metode menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan Tafsir Tahlily juga dipertajam melalui analisis bi al-ma’tsur yakni menafsirkan al-Qur`an dengan al-Qur`an, al-Qur`an dengan Sunnah, Qur`an dengan perkataan sahabat, dan menafsirkan dengan perkataan tabi’in. Dalam hasil penafsiran beliau menjelaskan mengenai, sejarah harta fa’i, pengertiannya, dan pembagian harta fa’i.
karya dari M. Quraish Shihab, dengan judul “Tafsir Al-Mishbah Jilid 13 (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an)”, dalam kajian Tafsir. Metode penafsiran beliau menggunakan metode tafsir Tahlili, dengan menggunakan pendekatan tematik (maudu’i) yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Dalam penafsiran mengenai harta fa’i, yang terdapat dalam surat al-Hasyr (59) ayat 1-10, beliau menjelaskan mengenai pengertian fa’i, sejarahnya, orang-orang yang berhak mendapatkan harta fa’i beserta syarat-syaratnya, serta beliau menjelaskan mengenai bagaimana pembagian harta fa’i dimasa mendatang (sepeninggal Nabi Muhammad saw.).
Karya tafsir Sayyid Quthb, yang diterjemahkan oleh As’ad Yasin, dkk, dengan Judul “Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an”. Beliau menafsirkan al-Qur’an menggunakan metode tafsir tahlîli dengan pendekatan tashwîr (deskriptif) yaitu menampilkan pesan al-Qur`an sebagai gambaran pesan yang hadir, yang hidup dan konkrit sehingga dapat menimbulkan pemahaman “aktual” bagi pembacanya dan memberi dorongan yang kuat untuk berbuat. Sehingga karya beliau digolongkan ke dalam tafsir al-Adabi al-Ijtimâ’i (sastra-budaya dan kemasyarakatan). Dalam penafsiran mengenai harta fa’i, beliau menjelaskan mengenai asbabun nuzulnya, pengertian fa’i, hukum dan pembagiannya.
Kemudian karya tafsir juga, yang disusun oleh Ahmad bin Musthofa al-Farran, dengan judul “Tafsir Imam Syafi’i jilid 3 (Surah Al-Hijr-An-Nas)”, Adapun metode yang dipakai dalam tafsir ini adalah metode tahlili, dengan pendekatan tafsir bil ma`tsur, yaitu menjelaskan al-Qur`an dengan al-Qur`an, al-Qur`an dengan hadits, atau dengan pendapat sahabat. Namun, tidak semua ayat ditafsirkan. Hanya ayat-ayat yang membutukan penjelasan saja yang tercantum dalam tafsir ini. Sehingga dalam tafsir ini hanya mencakup 95 surat dan 745 ayat, dan 60 % nya adalah ayat-ayat hukum. Dalam tafsir beliau yang terdapat dalam surah al-Hasyr ayat 6-10, beliau menjelaskan mengenai makna fa’i, setatus hartanya dan pembagian harta fa’i.
Karya tafsir Syaikh Imam Al-Qurthubi, yang telah diterjemahkan Dudi Rosyadi, dkk. Dengan judul “Tafsir Al-Qurthubi”(Surah Al-Hadid-At-Tahriim), metode yang beliau gunakan dalam menafsirkan ayat al-Qur’an adalah menggunakan Tafsir Tahlily juga dipertajam melalui analisis bi al-ma’tsur dan diperkuat dengan analisis lughawy (kebahasaan). Adapun langkah-langkahnya yaitu, memberikan kupasan dari segi bahasa, menampilkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadits-hadits dengan menyebut sumbernya sebagai dalil, mengutip pendapat ulama dengan menyebut sumbernya sebagai alat untuk menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan, menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi masing-masing, setelah itu melakukan tarjih dan mengambil pendapat yang dianggap paling benar. Dalam tafsir beliau dijelaskan mengenai sejarah fa’i, pengertiannya, perbedaan pendapat dikalangan ulama, macam-macam harta fa’i, dan pembagiannya.
Dari uraian di atas, dan sejauh penelusuran peneliti belum menemukan karya dalam bentuk skripsi, tesis, atau disertasi yang membahas mengenai harta fa’i. Peneliti sengaja hanya menampilkan sebagian dari karya tafsir yang setidaknya mewakili karya tafsir yang telah ada, peneliti tidak mencamtumkan dikarenakan keterbatasan kemampuan peneliti dalam memahami karya tafsir berbahasa Arab yang jumlahnya cukup banyak. Sejauh peneliti amati dari penelusuran terhadap sejumlah literatur sampai sejauh ini, belum ada yang membahas mengenai hadits-hadits harta fa’i dalam kajian ma’ani al-hadits, mengenai kontekstualisasi harta fa’i diera kekinian, yang sekarang menjadi buah bibir masyarakat secara umum, dengan demikian maka tema dalam penelitian ini layak untuk diteliti lebih lanjut.


F. Metode Penelitian
Sesuatu penelitian baik dalam pengumpulan data maupun pengolahannya pasti membutuhkan atau mengharuskan adanya suatu metode yang digunakan. Karena tanpa metode yang jelas maka penelitian tidak akan memperoleh hasil yang maksimal, sistematis, terarah, dan kemungkinan besar penelitian kabur. Metode merupakan cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang sedang dikaji. Dalam kaitannya penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode library research (kepustakaan), adapun metodenya yaitu:
1. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data tentang penelitian ini dengan cara mengumpulkan data-data primer juga dengan data-data sekunder, adapun macam-macam sunber primer adalah pertama; Kutub al-Tis’ah (Kitab shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan An-Nasa’i, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan ad-Darimi, Musnad Ahmad bin Hambal dan al-Muwatta’ Imam Malik), Kitab Syarah Hadits yang memuat hadits tentang harta fa’i, serta Kitab Tafsir yang mengkaji masalah harta fa’i. Adapun dalam proses pencarian hadits peneliti menggunakan CD Mausu’ah Hadits Asy-Syarif dan Maktabah al-Syamilah. Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah berupa buku-buku, majalah, jurnal, artikel-artikel, atau melalui media internet atau yang lebih dikenal dengan google, yang tentunya terkait dengan tema yang dikaji dalam penelitian ini.

2. Analisis Data
Mengenai data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode:
a. Ma’ani al-Hadits
Dalam kajian ma’ani al-hadits ini, peneliti akan mengambil metode yang ditawarkan oleh Muhammad Syaltut dan menganbil salah satu dari metode Yusuf al-Qaradhawi sebagai penyempurnaan pemahaman hadits yang dikaji. Adapun metode-metodenya adalah:
1) Menghimpun hadits-hadits yang setema.
Menurut Yusuf Qaradhawi, untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami hadits Nabi, diperlukan cara yang efektif agar terhindar dari kesalah pahaman, yaitu dengan cara menghimpun hadits-hadits dan ayat-ayat al-Qur’an yang setema. Adapun prosedur dalam menghimpunnya adalah dengan cara menghimpun hadits-hadits shahih serta ayat Qur’an yang setema, kemudiaan mengembalikan kandungan hadits yang mutasyabih kepada yang muhkan, mengaitkan yang muthlaq kepada yang muqayyad dan yang ‘amm ditafsirkan dengan yang khashsh.
2) Mengkatagorikan hadits tasyr’i dan ghairu tasyr’i.
Dalam proses pengkatagorian, langkah yang dilakukan terlebih dahulu menentukan tema hadits yang akan diteliti. Setelah menemukan tema dan haditsnya, maka cara selanjutnya adalah mengkatagorikan apakah hadits yang diteliti itu, masuk dalam kategori syar’i atau ghairu syar’i. Dalam megkategorian ini, hadits Nabi dapat dibedakan menjadi dua yaitu;
a) Hadits tasyri’
Hadits tasyri’, oleh beliau dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Tasyri’ khas (Posisi Nabi sebagi Rasul)
Tasyri’ khas merupakan hadits yang Nabi ucapakkan dalam posisi beliau sebagi Rasulullah. Artinya menyangkut hadits-hadits yang berkaitan dengan hal ibadah, halal haram, aqidah, dan akhlak. Sehingga dalam pemahaman haditsnya bersifat tekstual, artinya menampilkan pemahaman apa adanya, yaitu dengan cara mengaitkan dengan hadits-hadits yang lain.
(2) Tasyri’ aam (Posisi Nabi sebagi imam dan qadhi)
Pemahaman hadits bersifat tekstual dan kontekstual, yaitu mengenai hadits tentang strategi perang, membagi zakat mal dan membagi harta rampasan perang, dan permasalahan-permasalahan shahabat.
b) Hadits ghairu tasyri’
Pemahaman terhadap hadits gahiru tasyri’ bersifat kontekstual, artinya pemahaman haditsnya disesuaikan dengan perkembangan zaman atau mengguakan ta’wil dangan syarat-syarat yang telah ditentukan ulama. Hadits ghiru tasyri’ adalah hadits yang disampaikan oleh Nabi mengenai kebutuhan manusia, kebiasaan atau adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat, dan kebutuhan kemanusiaan.








G. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni halaman depan, isi, dan penutup.
BAB Pertama, berisi pendahuluan yang meliputi penjelasan, latar belakang, batasan dari rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB Kedua, berisi tentang pemahaman para ulama hadits, fiqh, dan tafsir, yang tujuaannya untuk mendapatkan pemahaman dari para ulama, yang bisa digunakan untuk mempercepat penyelesaian dalam memahami atau Ma’ani al-Hadits tentang harta fa’i.
BAB Ketiga, berisi hadits-hadits fa’i yang telah ditahqiq oleh para ulama hadits.
BAB Keempat, berisi pemahaman (Ma’ani al-Hadits) tentang kontekstualisasi hadits-hadits harta fa’i (harta rampasan).
BAB Kelima, berisi penutup yang berfungsi sebagai penegasan kembali hasil eksplorasi tema, meliputi kesimpulan dan saran-saran.







DAFTAR PUSTAKA
Admin, http://www.alwaasit.com/?pilih=news&aksi=lihat&id=115 19 Oktober 2010, Pukul 12.48.

Al-Farran, Ahmad bin Musthofa al-Farran, penerjemah: Imam Ghazali Masykur, dkk, Tafsir Imam Syafi’i (Surah Al-Hijr-An-Nas), (Jakarta Timur: Al-Mahira, 2008).

Buletin albalagh edisi 81 Tahun V Syawal 1431 H, http:// tanaasuh. com/ rampasan-perang-atau-perampokan/, 18 Oktober 2010, pukul 14.40.

Syaikh Imam Al-Qurthubi, penerjemah: Dudi Rosyadi, dkk, Tafsir Al-Qurthubi (Surah Al-Hadiid-At-Tahriim), (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, 2009).

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 27, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985).

http://daffodilmuslimah.multiply.com/reviews/item/104, [Disalin dari buku “Sirah Nabawiyah” karangan Muhammad Sa`id Ramadhan Al Buthy, alih bahasa (penerjemah): Aunur Rafiq Shaleh, terbitan Robbani Press, 20 Oktober 2010, pukul 3.52.

Ibnu Hajar al-Asqalani, penerjemah: Amiruddin; Abu Rania (Ed. ), Fathul Baari (16): Penjelasan Kitab Shahih al-Bukhari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009).
Baltaji, Muhammad, penerjemah: Masturi Irham; Muslich Taman (Ed. ), Ijtihad Umar bin Khathab, (Jakarta: KHALIFA, 2005).

M. Fachry, http://www. al-khilafah. co. cc/ 2010/ 09/ merampok-harta-fai-mujahidin-jat-angkat. html, 18 Oktober 2010, pukul 14.16.

M. Fachry/Arrahman, http://www. azzamalqitall. wordpress. com/ 2010/ 09/ 29/ merapok-harta-fa%E2%99i-mujahidin/ 18 Oktober 2010, pukul 14.21.

Nasib ar-Rifa’i, Muhammad, penerjemah: Syihabuddin, Kemudahan Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, (Surah ash-Shaffat-an-Anaas), (Jakarta: Gema Insani Press, 2000).

Quraish Shihab, Muhammad, Tafsir Al-Mishbah, jilid 13, (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), (Jakarta: Lentera Hati, 2002).
Syaltut, Muhammad, Al-Islam (Aqidah wa Syarii’ah), (Darul Qalam, 1966),

Abu Habies, Sa’di, penerjemah: Sahal Machfudz, dkk, Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam; Ensiklopedi Ijmak, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2006).

Quthb, Sayyid, penerjemah: As’ad Yasin, dkk, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an, Juz 28, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004).

Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadits Nabi, (Yogyakarta: TERAS, 2008).

Tim Tashih (Departemen Agama, dan Universitas Islam Indonesia), Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid 10, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990).

Senin, 26 Juli 2010

BIOGRAFI DAN KARYA IMAM ABU DAWUD DAN IMAM AT-TIRMIDZI

BAB 1
PENDAHULUAN

Mempeajari hadits merupakan sesuatu yang sangat urgen, sebab hadits merupakan salah satu pegangan dalam ajaran islam. Begitu pula dalam mempelajari ilmu hadits tak bisa dielakkan dalam mempelajari sejarah para periwayatnya untuk mengetahui kedudukan suatu hadits. Kedudukan hadits juga akan dipengaruhi oleh siapa yang meriwayatkannya, setelah diketahui bagaimana seorang rawi maka ini merupakan salah satu faktor penentu apakah hadits tersebut shahih, hasan, ata dha’if.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai biografi dan hasil karya dari dua imam perawi hadits yaitu Imam Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi.


BAB II
ISI

A. Biografi Imam Abu Dawud

1. Nama, silsilah dan keturunannya
Imam Abu Dawud Sulaiman ibn Ash`ath ibn Ishaq Bashir ibn Shaddad ibn `Umar `Imran al-Azdi Sajastani. Bapak beliau yaitu Al Asy'ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahli hadits. (http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dawud)

2. Tahun dan tempat kelahirannya
Imam Abu Dawud dilahirkan di Sajistan, sebuah kota yg terkenal di Khurasan pada tahun 202H.Beliau termasuk bangsa arab, Azd. Walaupun beliau dilahirkan di Sajistan tapi beliau menghabiskan waktunya yg paling berkesan di Basrah yg pada saat itu merupakan pusat ilmu islam. Imam Abu Dawud juga mengembara mengumpulkan hadits. Beliau sering berkunjung ke Baghdad. Beliau juga pergi ke Hijaz, Mesir, al-Jazirah, Naisabur, Syria dan Isfahan.

3. Keistimewaannya.
Beliau dianugerahi dengan kecerdasan yg luar biasa. Imam Abu Dawud dapat menghapal seluruh isi sebuah kitab hanya dengan satu kali membacanya. Beliau terkenal ahli dalam mengkritik hadits dan membedakan antara matan/redaksi hadits dari yg lemah dan cacat. Hanya empat orang yg pantas diakui namanya dlm hal mengkritik hadits. Mereka adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud dan Imam Nasa'i. Imam Abu Dawud hidup dimasa dunia islam memiliki para ulama yg istimewa. Beliau banyak mengomentari hadits, beliau dijuluki sebagai Imamul Muhaditsin (Imamnya para ahli hadits -pent).
Pada masa hidupnya, Abu Dawud telah mengumpulkan kurang lebih sekitar 50.000 hadits. Puluhan ribu hadits ini kemudian diseleksi dan menulisnya kembali sehingga menjadi 4.800 shahih, di antara hadits-hadits tersebut terkumpul pada kitab hadits, Sunan Abu Dawud.( http://1001tokohislam.blogspot.com/2009/02/imam-abu-dawud.html)
Disamping keahliannya dalam bidang hadits beliau juga seorang ahli fiqih. Beliau memiliki pemahaman yg mendalam dalam bidang fiqih dan ijtihad. Beliau seorang yg sangat taat, shaleh dan zuhud. Beliau menghabiskan seluruh hidupnya untuk beribadah dan berdzikir pada Allah. Beliau selalu mennjauhi pejabat, teman2 Sultan dan orang2 istana.
Di kabarkan bahwa Imam Abu Dawud biasa memakai pakaian yg sebelah lengannya berukuran besar dan sebelah lainnya berukuran normal. Ketika ditanyakan kepada beliau tentang hal tersebut, beliau mejawab : " (alasannya adalah) Untuk menyimpan catatan-catatan hadits, menurutku tidak perlu membesarkan lengan baju yg sebelah lagi karena hal itu adalah pemborosan.". Tidak diketahui dengan pasti dimana asalnya beliau belajar. Sebagian ulama mengatakan bahwa beliau adalah ahli fiqih mazhab hambali, sebagian yg lain mengatakan beliau ahli fiqih mazhab syafi'i.( http://superpedia.rumahilmuindonesia.net/index.php?title=Abu_Daud) namun dalam sumber lain penulis menemukan guru-guru dimana Imam Abu Dawud belajar yaitu Diantara guru-gurunya adalah Imam Ahmad, Al-Qanabiy, Sulaiman bin Harb, Abu Amr adh-Dhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya bin Ma'in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa'id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dawud)

4. Karyanya
Imam Abu Dawud mendengar hadits dari 300 orang yg merupakan gurunya. Diantaranya adalah: Imam Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaiy, Abu Thaur, Yahya bin Mai`in. Satu hal yg membuktikan keistimewaan beliau adalah beliau meriwayatkan hadits-hadits kepada guru-gurunya Imam Ahmad. Imam Ahmad juga meriwayatkan sebuah hadits darinya. Diantara murid-murid Imam Abu Dawud yg terkenal adalah: Ibnu Arabi, Abu `Isa at-Tirmidzi dan Abu Abdurrahman An-Nasa'i.
Mereka merupakan penerus karya beliau yg sangat terkenal "Sunan Abu Dawud". Imam Muslim juga salah satu muridnya. Karya-karya Imam Abu Dawud adalah: Kitab Ar-Radd Ala Ahl al-Qadr Kitab Al-Masa'il Musnad Malik Kitab Al-Marasil Sunan Abu Dawud

5. Sunan Abu Dawud
Karya beliau yg paling terkenal dari seluruh karyanya adalah Sunan Abu Dawud. Pada kitab tsb terkandung 4800 sunnah/atsar yg diambil dari 500.000 koleksi hadits.
Beliau menyelesaikannya di Baghdad pada 241H. Beliau mempersembahkan karyanya yg telah selesai kepada gurunya tercinta Imam Ahmad bin Hambal yang sangat senang terhadap karya tersebut.
Sunan Abu Dawud adalah sebuah koleksi yg penting dlm bidang hadits. Banyak ulama yg memposisikannya pada urutan ketiga diantara enam induk kitab hadits. Yaitu setelah posisi Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

6. Beberapa Murid dari Imam Abu Dawud
Tidak hanya memiliki guru, Abu Dawud pula memiliki banyak murid, diantaranya: Imam Turmudzi, Imam Nasa'i, Abu Ubaid Al Ajury, Abu Thoyib Ahmad bin Ibrohim Al Baghdadi, Abu `Amr Ahmad bin Ali Al Bashry, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad Al Khollal Al Faqih, Isma`il bin Muhammad Ash Shofar, Abu Bakr bin Abi Daud (anak Abu Dawud), Zakariya bin Yahya As Saaji, Abu Bakr Ibnu Abi Dunya, Ahmad bin Sulaiman An Najjar, Ali bin Hasan bin Al `Abd Al Anshari, Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar, Abu `Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu`lu`i, Muhammad bin Ahmad bin Ya`qub Al Matutsy Al Bashry.
Abu Dawud wafat di kota Bashroh tanggal 16 Syawal 275 H dan dishalatkan janazahnya oleh Abbas bin Abdul Wahid Al Haasyimi. (http://1001tokohislam.blogspot.com/2009/02/imam-abu-dawud.html)

7. Beberapa pernyataan dari ulama hadits mengenai Sunan Abu Dawud
Al-Khattabi mengatakan: Sunan Abu Dawud adalah kitab yg istimewa. Selama ini tidak ada karya yg menyamai yg dibuat sangat bagus dalam ilmu agama. Kitab itu telah terkenal bagi ummat. Kitab itu memiliki posisi yg meyakinkan diantara bermacam-maca tingkatan ulama dan fuqoha. Semuanya mengambil manfaat darinya. Penduduk Iraq, Mesir, Maghrib(Maroko -pent), dan sebagian besar negri-negri lainnya menggunakan kitab tersebut.
Ibnul Jauzi berkata: Abu Dawud seorang pakar dalam bidang hadits dan seorang ulama yg menarik perhatian. Tidak ada yg menulis kitab seperti Sunan-nya.
Ibnu Katsir berpendapat: Sunan Abu Dawud adalah dianggap suatu karya yg terkenal diantara para ulama.
Imam Abu Dawud sendiri berkata: Pada kitabku ini ada empat hadits yg mencukupi orang yg cerdas, yaitu: -Perbuatan tergantung pada niatnya -Kebaikan seseorang dalam islam adalah dia meninggalkan apa yg tidak bermanfaat baginya -Tidaklah seseorang diantara kalian diangap beriman sampai kalian mencintai saudaranya seperti mencintai diri sendiri -Yang halal adalah jelas, dan yang haram adalah jelas, diantara keduanya terdapat perkara yang samar (syubhat). Barangsiapa meninggalkan yg syubhat maka dia telah menyelamatkan agamanya.
Sunnah-sunnah yg dikumpulkan dalam Sunan Abu Dawud adalah yang biasa dilakukan oleh para shahabat, tabi'in dan atba'ttabi'in. Itu adalah landasan dasar pengetahuan tentang kaidah yg dipegang oleh Imam Malik, Sufyan Ats Tsaury dan Al-Auza'i. Hal itu yg dapat memutuskan diantara perkara yg dipertentangkan diantara ahli fiqih.

8. Wafatnya
Imam Abu Dawud meninggal pada hari Jum'at 16 Syawal 275H pada usia 72 tahun.

B. Biografi Imam At-Tirmidzi
1. Nama dan kelahirannya
Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmizi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.
2. Perkembangan dan lawatannya
Kakek Abu ‘Isa at-Tirmizi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadits untuk mendengar hadits yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Makkah. Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut.
3. Wafat
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.
4. Guru-gurunya
Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadits dan fiqh. Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmizi belajar pula hadits dari sebagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.
5. Murid-muridnya
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.
6. Kekuatan Hafalannya
Abu ‘Isa aat-Tirmizi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:
"Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmizi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa "dua jilid kitab" itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau."
7. Pandangan para kritikus hadits
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits, menggolangkan Tirmizi ke dalam kelompok "Siqat" atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya, dan berkata: "Tirmizi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama."
Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad bin ‘Isa at-Tirmizi adalah seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadits yang sangat mendalam.
8. Fiqh Tirmizi dan Ijtihadnya
Imam Tirmizi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Barang siapa mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: "Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: ‘Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."
Imam Tirmizi memberikan penjelasan sebagai berikut: Sebagian ahli ilmu berkata: " apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil." Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq. Sebagian ahli ilmu yang lain berkata: "Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil)." Mereka memakai alas an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: "Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim."
Menurut Ishak, maka perkataan "Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim" ini adalah "Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu."
Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Tirmizi dalam memahami nas-nas hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu.
9. Karya-karyanya
Imam Tirmizi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya:
a) Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi
b) Kitab Al-‘Ilal
c) Kitab At-Tarikh
d) Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah
e) Kitab Az-Zuhd
f) Kitab Al-Asma’ wal-Kuna
Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami’.
10. Sekilas tentang Al-Jami’
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmizi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolonga salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’ Tirmizi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmizi. Namun nama pertamalah yang popular.
Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Sahih Tirmizi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmizi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: "Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasan, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu berbicara."
Imam Tirmizi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata, tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu sahih ataupun tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadits.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: "Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua buah hadits, yaitu:
a) "Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab "takut" dan "dalam perjalanan."
b) "Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia."
Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.
Hadits-hadits dha’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya menyangkut fada’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadits semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.

C. Hadits Dha’if dari Keduanya
Kami meriwayatkan dari anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ.
'Doa di antara adzan dan iqamat tidak tertolak'." Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa`i, Ibn as-Sunni dan lain-lain. At-Tirmidzi berkata, "Hadits hasan shahih."
Takhrij Hadits: Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud; Abdur Razzaq no. 1909; Ibnu Abi Syaibah no. 8465 dan 19138; Ahmad 3/119, 155, 225 dan 254; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab ad-Du'a' Baina al-Adzan Wa al-Iqamat, 1/199, no. 521; at-Tirmidzi, Kitab ash-Shalah, Bab ad-Du'a' Baina al-Adzan Wa al-Iqamat, 1/415, no. 212; an-Nasa`i dalam al-Yaum wa al-Lailah no.67-69; Abu Ya'la no.3679, 3680 dan 4147; Ibnu Khuzaimah no.425-427; Ibnu Hibban no.1696; ath-Thabrani dalam ad-Du'a' no.483-487; Ibn as-Sunni no.102; al-Hakim 1/198; al-Baihaqi 1/410; al-Baghawi no.1365: dari beberapa jalan, dari Anas dengan hadits tersebut. Hadits ini memiliki lebih dari satu jalan yang shahih lagi marfu', jadi ia tidak terpengaruh oleh riwayat an-Nasa`i no. 70-72 secara mauquf lebih-lebih perkara ini termasuk perkara yang tidak diketahui dengan akal. Karena itu hadits ini dishahihkan oleh at-Tirmidzi, an-Nawawi, al-Mundziri, al-Asqalani, Ahmad Syakir dan al-Albani, pent.
At-Tirmidzi dalam riwayatnya dalam Kitab ad-Da'awat dalam Jami'nya menambahkan,

قَالُوْا: فَمَاذَا نَقُوْلُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: سَلُوا اللهَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ.
"Mereka berkata, 'Apa yang kami ucapkan ya Rasulullah?' Rasulullah a menjawab, 'Min-talah keselamatan kepada Allah di dunia dan akhirat'."
Takhrij Hadits: Dhaif: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi Kitab ad-Da'awat, Bab al-Afwi Wa al-Afiyah, 5/576, no. 3594. Abu Hisyam ar-Rifa'i menyampaikan kepada kami, Yahya bin al-Yaman menyampaikan kepada kami, Sufyan menyampaikan kepada kami, dari Zaid al-Ammi, dari Muawiyah bin Qurrah, dari Anas dengan hadits tersebut.
At-Tirmidzi berkata, "Yahya bin Yaman menambahkan kata tersebut dalam hadits." Aku berkata, "Abu Hisyam ar-Rifa'i haditsnya lemah, Yahya bin al-Yaman banyak melakukan kesalahan dan hafalannya berubah, Zaid al-Ammi adalah rawi dhaif. Jadi tambahan ini adalah dhaif. Benar terdapat hadits hasan shahih yang memerintahkan berdoa meminta maaf dan keafiatan akan tetapi ia bersifat mutlak, tidak terikat dengan adzan, pent.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika selesai makan, beliau mengucapkan: "Alhamdulillahilladzi ath'amanaa wa saqaanaa waj'alnaa minal muslimiin" (Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan memberi kami minum serta menjadikan kami termasuk golongan orang-orang yang muslim) (HR. Abu Dawud, at Tirmidzi, Ibnu Majah),
Hadis ini dhaif. Karena jalur periwayatannya mudltharib (goncang), karena ada rawi yang tidak diketahui pasti namanya, ditambah lagi ada seorang rawi (Ismail bin Ribah, yang namanya juga diragukan kebenarannya) yang majhul (tidak dikenal keadaannya). Hal ini telah diterangkan oleh al-Imam Ibnul Madini, Abu Hatim dan Adz-Dzahabi. Demikian juga keadaan bapaknya, adalah seorang rawi yang majhul. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, "Dia ini mudltharib". al-Imam Adz-Dzahabi mengatakan, "Hadits ini gharib (asing) munkar"


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani, yang lebih dikenal dengan Imam Abu Dawud. Ia lahir tahun 202 H (817 M) di Basrah, Irak dan wafat tahun 276 H (888 M). Dalam kitab hadits, Abu Daud, Abi Daud, atau Abu Dawud dikenal sebagai salah seorang perawi hadits. Semasa hidupnya, Abu Dawud telah mengumpulkan sekitar 50.000 hadits. Puluhan ribu hadits ini kemudian diseleksi dan menulisnya kembali sehingga menjadi 4.800 shahih, di antaranya terkumpul pada kitab hadits, Sunan Abu Dawud.
Imam at-Tirmidzi adalah Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad-Dahhak as-Sulami at-Tirmidzi. Lahir di kota Tirmiz dan mulai gemar mempelajari ilmu hadis sejak masih kecil. Sebagaimana Imam-imam hadits yang lain, beliaupun mempelajari hadits diberbagai negeri, diantaranya Hijaz, Irak, dan Khurasan. Beliau menimba ilmu hadits dari beberapa ulama terkemuka, antara lain : Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Qutaibah bin Sa’id, Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdul Rahman, Muhammad bin Basysyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’ dan Muhammad bin al-Musanna. Sebagai ulama hadits, Imam at-Tirmidzi terkenal shaleh, taqwa, jujur, sangat teliti dan kuat hafalannya. Kemuliaan dan keluasan ilmunya ini mendapat pengakuan dan pujian dari Al-Hakim Abu Abdullah, “Saya mendengar Umar bin ‘Ak berkata ; Imam Bukhori wafat dan tidak meninggalkan ulama penggantinya di Khurasan seperti Abu Isa at-Tirmidzi dalam bidang ilmu, kekuatan hafalannya, wara’ dan kezuhudannya.” Kitab-kitab yang ditulis oleh Imam at-Tirmidzi adalah : Kitab al-Jami’ (Sunan at-Tirmidzi), Kitab al-Illat, Kitab at-Tarikh, Kitab as-Syama’il an-Nabawiyah, Kitab az-Zuhud, dan Kitab al-Asma wal Kuna. Di antara ke-enam karya Imam at-Tirmidzi ini, yang paling populer adalah al-Jami’ (Sunan at-Tirmidzi).

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

As-Shalih, Dr, Subhi, 2007, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, Pustaka Firdaus, Jakarta.
Siddiq, Arif Rahman, Imam Abu Dawud, http://persis.or.id/?cat=50http://www.namaislami.com/ Acces, selasa 20 Oktober 2009.
Azhar, Imam Abu Dawud, http://1001tokohislam.blogspot.com/2009/02/imam-abu-dawud.html Trimudillah, Bukhari,Muslim,Abu Daud,Tirmidzi,Nasa’i,Ibn Majah, http://trimudilah.wordpress.com/author/trimudilah/
Pusat Kajian Salaf, Silsilah Ash-Shohihah No.10, http://kampungsalaf.wordpress.com/2008/09/07/silsilah-ash-shohihah-no10/
Super Pedia Rumah Indonesia, Abu Dawud, http://superpedia.rumahilmuindonesia.net/index.php?title=Abu_Daud
Alqur’an Assunnah, Biografi Ahlul Hadits, Para Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in beserta Keluarga Rasulullah, http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/24/imam-abu-dawud/
Wiki Pedia Bebas Habasa Indonesia, Abu Dawud, http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dawud
Muqorrobin, Hadis-Hadis Bermasalah Seputar Doa, http://muqorrobin.multiply.com/tag/hadits
Nashori, Imam At Tirmidzi, http://nashoriws.wordpress.com/2009/05/06/imam-tirmidzi-209-279-h824-892-m/
Portege181, Mengenal Kitab Jami’ at-Tirmidzi dan Penulisnya http://id.wordpress.com/tag/tirmidzi/

Selasa, 18 Mei 2010

Jawaban General Test

A. Program Kerja yang akan laksanakan di Masyarakat
1. Usulan Rencana Kegiatan Bidang Ke-Ilmuan
No Kegiatan Harian
/Mingguan Presentasi
waktu Peserta Tempat
1. Pelatihan Pengurusan jenazah Mingguan 3 jam Masyarakat Masjid
2. Pelatihan tata cara pelaksanaan shalat gerhana dan shalat jenazah Mingguan 3 jam Masyarakat Masjid
3. Pelatihan pendidikan TPA yang sistematis Mingguan 3 jam Ustadz-ustadzah TPA Masjid
4. Lomba CCA (Orang tua, Remaja, Anak-anak TPA) Satu kali dalam tiga minggu 8 jam Orang tua, Remaja, Anak-anak TPA Masjid
Jumlah keseluruhan waktu 17 jam

2. Usulan Rencana Kegiatan Bidang Ke-Agamaan
No Kegiatan Harian
/Mingguan Presentasi
waktu Peserta Tempat
1. Mengajar baca Al-Qur’an dan Aqidah Akhlak Satu minggu 3x pertemuaan 18 jam Anak-anak TPA Masjid
2. Pengajian akhlak dan tafsir Al-Qur’an Tiga minggu 3x pertemuaan 6 jam Masyarakat Masjid
3. Pemberantasan buta huruf Al-Qur’an bagi Orang tua Satu minggu 4x pertemuaan 9 jam Masyarakat Masjid
Jumlah keseluruhan waktu 33 jam

3. Usulan Kegiatan Bidang Seni dan Olah Raga
No Kegiatan Harian
/Mingguan Presentasi
waktu Peserta Tempat
1. Pelatihan seni Kaligarafi Arab Tiga minggu 3x pertemuaan 4 jam Anak-anak TPA Masjid
2. Lomba seni kaligrafi dan mewarnai gambar Tiga minggu 1x 5 jam Anak-anak TPA Masjid
3. Senan sehat Satu minggu 1x 2 jam
Jumlah keseluruhan waktu 11 jam

4. Usulan kegiatan Pendukung
No Kegiatan Harian
/Mingguan Presentasi
waktu Peserta Tempat
1. Pos Yandu Tiga minggu 1x 3 jam Masyarakat Lingkungan sekitar
2. Baksos Tiga minggu 1x 4 jam Masyarakat Balai Rw
2. Bersih-bersih Desa Tiga minggu 1x 4 jam Masyarakat Rumah
warga
3. Punyuluhan narkoba Tiga minggu 2x 4 jam Masyarakat Balai Rw
4. Penyuluhan kesehatan Tiga minggu 1x 4 jam Masyarakat Balai Rw
Jumlah keseluruhan waktu 19 jam





B. 1. Anggaran Dasar Muhammadiyah
AD Muhammadiyah didalamnya membahas tentang nama, pendiri, tempat kedudukan, identitas, asas, lambang Muhammadiyah, maksud dan tujuan, usaha, keanggotaan Muhammadiyah, susunan dan penepatan, organisasi, unsur-unsur pembantu pimpinan, organisasi otonom Muhammadiysh, permusyawaratan, rapat, keuangan dan kekayaan, laporan, anggaran rumah tangga, pembubaran, perubahan anggaran dasar dan penutup. Itulah semua pembahasan dalam anggaran dasar Muhammadiyah.

2. ART (Anggaran Rumah Tangga) Muhammadiyah
ART Muhammadiyah memiliki tiga poin yaitu:
a. Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
b. Anggaran Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan Anggaran Dasar dan disahkan oleh Tanwir.
c. Dalam keadaan yang sangat memerluakan perubahan, Pimpinan Pusat dapat mengubah Anggaran Rumah Tangga dan berlaku sampai disahkan oleh Tanwir.

3. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah
Maksud dan tujuaan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

4. Matan Keyakinan Muhammadiyah
a. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
b. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
c. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
1) Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
2) Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
d. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
1) 'Aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

2) Akhlak Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia

5) Ibadah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

6) Muamalah Duniawiyah Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

e. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT:
"BALDATUN THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR"

5. keorganisasian Muhammadiyah dan Ortom-ortum Muhammadiyah
Keorganisasian Muhammadiyah dari tingkat paling tinggi sampai paling rendah adalah sebagai berikut:

Struktur Vrtikal:
 Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM)
 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM)
 Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM)
 Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM)
 Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM)

Struktur Horisontal:
Nama Majelis:
1. Majelis Tarjih dan Tajdid
2. Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus
3. Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan
4. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
5. Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat
6. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
7. Majelis Wakaf dan Zakat Infaq Shadaqah (ZIS)
8. Majelis Pendidikan Kader
9. Majelis Pemberdayaan Masyarakat

Nama Lembaga:
1. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
2. Lembaga Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri
3. Lembaga Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
4. Lembaga Lingkungan Hidup
5. Lembaga Pustaka dan Informasi
6. Lembaga Pembinaan dan Pengawas Keuangan
7. Lembaga Seni dan Budaya
Organisasi Otonom Muhammadiyah
Organisasi Otonom Muhammadiyah ialah organisasi atau badan yang dibentuk oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang dengan bimbingan dan pengawasannya diberi hak dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri, membina warga Persyarikatan Muhammadiyah tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu pula dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan Muhammadiyah.
Struktur dan Kedudukan
Organisasi Otonom Muhammadiyah sebagai badan yang mempunyai otonomi dalam mengatur rumah tangga sendiri mempunyai jaringan struktur sebagaimana halnya dengan Muhammadiyah, mulai dari tingkat pusat, tingkat propinsi, tingkat kabupaten, tingkat keca-matan, tingkat desa, dan kelompok-kelompok atau jama'ah-jama'ah.
Persyaratan Pembentukan Organisasi Otonom
1. Mempunyai fungsi khusus dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
2. Mempunyai potensi dan ruang lingkup nasional.
Tujuan Pembentukan Organisasi Otonom
1. Efisiensi dan efektifitas Persyarikatan Muhammadiyah.
2. Pengembangan Persyarikatan Muhammadiyah.
3. Dinamika persyarikatan Muhammadiyah.
4. Kaderisasi Persyarikatan Muhammadiyah.
Hak dan Kewajiban
Dalam kedudukannya sebagai organisasi otonom yang mempunyai kewenangan mengatur rumah tangga sendiri, Organisasi Otonom Muhammadiyah mempunyai hak dan kewajiban dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
Kewajiban Organisasi Otonom
1. Melaksanakan Keputusan Persyarikatan Muhammadiyah.
2. Menjaga nama baik Persyarikatan Muhammadiyah.
3. Membina anggota-anggotanya menjadi warga dan anggota Persyarikatan Muhammadiyah yang baik.
4. Membina hubungan dan kerjasama yang baik dengan sesama organisasi otonom.
5. Melaporkan kegiatan-kegiatannya kepada Pim-pinan Persyarikatan Muhammadiyah.
6. Menyalurkan anggota-anggotanya dalam kegiatan gerak dan amal usaha Persyarikatan Muham-madiyah sesuai dengan bakat, minat dan kemam-puannya.
Hak yang Dimiliki oleh Organisasi Otonom Muhammadiyah :
a. Mengelola urusan kepentingan, aktivitas, dan amal usaha yang dilakukan organisasi otonomnya.
b. Berhubungan dengan organisasi/Badan lain di luar Persyarikatan Muhammadiyah.
c. Memberi saran kepada Persyarikatan Muham-madiyah baik diminta atau atas kemauan sendiri.
d. Mengusahakan dan mengelola keuangan sendiri.
Organisasi Otonom dalam Persyarikatan Muhammadiyah
Organisasi otonom dalam Persyarikatan Muham-madiyah mempunyai karakteristik dan spesifikasi bidang tertentu. Adapun Organisasi otonom dalam Persya-rikatan Muhammadiyah yang sudah ada ialah sebagai berikut :
1. Aisyiyah (bergerak di kalangan wanita dan ibu-ibu)
2. < align="JUSTIFY">Pemuda Muhammadiyah (bergerak di kalangan pemuda)
3. Nasyiatul Aisyiyah (bergerak di kalangan perempuan-perempuan muda)
4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (bergerak di kalangan pelajar dan remaja)
5. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (bergerak di kalangan mahasiswa)
6. Tapak Suci Putra Muhammadiyah (bergerak dalam aktivitas bela diri)
7. Hisbul Wathan (bergerak dalam aktivitas kepanduan).


MUKTAMAR
usia Muhammadiyah telah sampai hampir satu abad. Yang tentunya pelaksanaan Muktamar kali ini akan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Menurut sebuah sumber yang terpercaya, bahwa pelakasnaan Muktamar Muhammadiyah tahun 2010 ini akan menghabiskan dana tidak kurang dari 17 milyar rupiah. Sementara itu, acara launching logo Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta dan lagu tema Muktamar telah di selenggarkan pada tanggal 18 Juli 2009 di Stadion Mandala Krida yang di hadiri tidak kurang dari 10 ribuan warga Muhammadiyah. Dalam kesempatan itu ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, mengharapakan agar Muktamar Muhammadiyah ke 46 ini dapat menjadi saksi bagi dunia bahwa Muhammadiyah mampu menyinari dunia.
Untuk menyongsong Muktamar Muhammadiyah ke 46 tersebut, Din mengajak seluruh warga Muhammadiyah meningkatkan prestasi mereka. Din juga menegaskan, adalah sangat penting bagi Muhammadiyah untuk menjadi bagian dari solusi bagi persoalan yang dihadapi bangsa ini. Saya berharap, mulai saat ini Muhammadiyah harus bisa ikut menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa. Kita selama ini mungkin baru menjadi part of the problem, atau bagian dari masalah, dari sekian persoalan bangsa, ucapnya. Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman, Yogyakarta, pada 8 Dzulhijjah 1330, bertepatan dengan tanggal 18 November 1912, oleh seorang pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta bernama Muhammad Darwis. Tokoh ini di kemudian hari dikenal dengan sebutan KH Ahmad Dahlan.
Tema Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2010 telah ditetapkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Surat Keputusan Nomor : 107/KEP/I.0/B/2008 tertanggal 16 Juli 2008 yaitu : Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, Gerak Melintas Zaman Dakwah dan Tajdid Menuju Peradaban Utama.
Gerak Melintas Zaman mengandung dua makna, pertama melewati masa sejak kelahirannya hingga usia ke-100, kedua menyeberangi yakni memasuki fase baru setelah usianya satu abad ke peralihan abad selanjutnya. Dalam melintasi zaman tersebut Muhammadiyah hadir sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid sebagaimana spirit awal kelahirannya yang tercantum dalam Statuten Muhammadiyah 1912: menyebarluaskan dakwah dan memajukan tajdid hal ihwal ajaran Islam di seluruh tanah air -- mula-mula di karesidensi Yogyakarta kemudian di seluruh Hindia Belanda -- saat itu). Dakwah dan tajdid Muhammadiyah tersebut tidak lain untuk mewujudkan “Peradaban Khaira Ummah” yakni peradaban masyarakat Islam yang sebenar-benarnya atau bisa diartikan sebagai manifestasi objektif atau objektivasi dari kehidupan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya di negara Indonesia.
Muhammadiyah dalam perjalanan usianya satu abad dapat dikatakan telah melewati dinamika zaman yang penuh perjuangan suka maupun duka dalam rentang tiga zaman yaitu era perjuangan kemerdekaan di masa kolonial, era setelah kemerdekaan di masa Orde Lama dan Orde Baru, dan era baru Reformasi yang masih akan berlangsung penuh pertaruhan. Muhammadiyah dalam pergantian abad dari kelahirannya akan memasuki abad baru sehingga dari titik abad tersebut Muhammadiyah akan melintasi zaman dengan segala tantangan, masalah, dan harapan baru ketika dunia berada dalam fase post-modern dan era globalisasi dengan seribusatu dinamikanya.
Tugas kami dalam bidang IT (informasi Teknologi)
Kerja IT yang diberikan kepada kami sebagai relawan Muktamar KKN Alternatif, secara keseluruhan belum diterangkan secara mendetail, bahkan para pemateri sendiri ketika disinggung mengenai IT mereka hanya mengatakan, “Nanti akan ada pembekalannya mengenai cara kerja IT” sehingga dengan demikian kami hanya menjelaskan cara kerja IT sejauh yang kami tahu saja.
Teknologi Informasi (TI) adalah "studi, desain, pengembangan, implementasi, dukungan atau manajemen dari sistem informasi berbasis komputer, terutama aplikasi perangkat lunak dan perangkat keras komputer", menurut Asosiasi Teknologi Informasi Amerika (ITAA). TI berkaitan dengan penggunaan komputer elektronik dan perangkat lunak komputer untuk mengubah, menyimpan, melindungi, mengolah, mengirimkan, dan aman mengambil informasi.
Adapun cara kerja IT adalah mengenai pengetikan dalam komputer, mengubah data yang salah atau menambah data sesuai petunjuk dari panitia Muktamar, menyimpan data ke-komputer, melingdungi data dari hal pencurian data dan terhindar dari virus, mengelola dokumen-dokumen Muktamar, mengirimkan hasil pengelolahan data dalam komputer baik melalui media internet atau foto copy dalam bentuk file atau data jadi dalam bentuk buku, dan yang terakhir mengambil informai Muktamar baik megenai agenda-agenda kegiatan Muktamar dan lain-lain. Itu saja penjelasan mengenai job IT yang saya ketahui sampai sejauh ini, bila ada kesalahan dalam penjelasan yang kami camtumkan kami meminta kepada LPM, untuk segara memberi pembekalan secara menyeluruh dan mendetail mengenai job-job kami sebagi relawan Muktamar.

Jumat, 30 April 2010

Mendahulukan Makan Malam Walau Sudah Masuk Waktu Shalat

TAHQIQIL HADITS


A. Hadits Tentang Mendahulukan Makan Malam Walau Sudah Masuk Waktu Shalat
Bunyi hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا حَضَرَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ
Artinya: bahwasanya Rasulullah saw. besabda “Apabila telah tersedia hidangan makan malam, sedang sudah mau didirikan shalat, maka dahulukanlah makan malam.

B. Takhrij al-Hadits
Dalam proses pencarian hadits tentang mendahulukan makan malam walau sudah masuk waktu shalat, peneliti menggunakan bantuan CD-ROM yaitu program mausu’ah al-hadits al-syarif al-tis’ah, yang gunanya untuk mempercepat proses penelusuran atau pencarian hadits yang peneliti inginkan. Adapun penjabarannya sebagai berikut:
1. الحديث ابن ماجه
الكتاب إقة الصلاة والسنة فيها
البب: إذحضرت الصلاةووضع العشاء
حديث:925
حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ أَبِي سَهْلٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ ح و حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ جَمِيَعًا عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا حَضَرَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ
2. الحديث احمد
الكتاب باقى مسند الأنصار
البب: حديث السيدعئشة
حديث:23112
حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ
3. الحديث احمد
الكتاب باقى مسند الأنصار
البب: بقي المسند السبق
حديث:24442
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي أَخْبَرَتْنِي عَائِشَةُ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ

4. الحديث الدرمى
الكتاب الصلاة
البب: إذ حضرت العشاء واقيمت الصلاة
حديث:1249
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ
5. الحديث:البخري
الكتاب:الأذان
البب: إذ حضر الطعم وأقيمت الصلاة
حديث:631
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ
6. الحديث: البخري
الكتاب: الأطعمة
البب: إذ حضر الطعم وأقيمت الصلاة
حديث:5043
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَحَضَرَ الْعَشَاءُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ قَالَ وُهَيْبٌ وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامٍ إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ
7. الحديث: مسلم
الكتاب: المسجد وموضع الصلاة
البب: كر هة الصلاة بحضرة الطعم الذي يريد أكله في الحل
حديث:867
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قُرِّبَ الْعَشَاءُ وَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِهِ قَبْلَ أَنْ تُصَلُّوا صَلَاةَ الْمَغْرِبِ وَلَا تَعْجَلُوا عَنْ عَشَائِكُمْ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ وَحَفْصٌ وَوَكِيعٌ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَنَسٍ


C. Kritik Sanad
Dari berbagai riwayat hadits diatas, penulis akan meneliti jalur sanad dari riwayat Ahmad, hadits no 23112, dalam Kitab Baqa Musnad al-Anshar bab hadits al-said ‘Aisyah. Adapun bunyi hadits beserta jalur sanad secara lenkap sebagai berikut:
حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ

Adapun langkah-langkah dalam meneliti sanad adalah
1. Meneliti kualitas periwayatan dan persambungan sanad
Dalam kegiatan ini, penelitian dapat dimulai dari periwayatan pertama ataupun periwayatan terakhir (Al-mukharij). Pada penelitian ini, penulis memulai pada periwayat terakhir yaitu Ahmad, kemudian Yahya, Hisyam, Abi, dan sampai pada riwayat pertama yaitu ‘Aisyah. adapun penjelasannya sebagai berikut.
a. Ahmad
1) Nama lengkap: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad (164-241 H).
2) Guru dan murid beliau;
Guru: Ismail bin Ulaiyah, Hasyim bin Busyair, Hammad bin Khalid al-Khayyad, Usman bin Umar bin Faris, Yahya bin Said al-Qahtan.
Murid: Shaleh, Abdullah, Hambal bin Ishaq, al-Hasan ash-Shabah al-Bazzar, Muhammad bin Ishaq ash-Shaghani, Muslim al-Haj an-Naisaburi, Abu Zur’ah, dan lain-lain.
3) Peryataan para kritikus hadits

No Nama kritikus Jarah wa ta’dil atau lafadz yang digunakan
1. Abdurrazaq مارأيت أفقه منه ولا أورع
2. Yahya bin adham أحمد إمامنا
3. Abas Anbiri حجة
4. Abu Ashim ماجاء نا من تمة أحد غير يحسن الفقه
5. Abdullah al-Kharib كان افصل أهل زمانه
6. Ibnu al-Madini ليس في أصحابنا أحفظ منه


b. Yahya
1) Nama lengkap: Yahya bin Sa’id bin Farwa/ al-Qathan (120-197 H).
2) Guru-gurunya: Ibnu bin Shama’ah, Ajlah bin Abdullah bin Hijayah, Ikhdar bin ‘Ajlani, Asmah hin Zaid, Isma’il bin Abi Khalid, Jabbar bin Shabih, Hasyim bin Urwah bin Zubair bin Awam, dan lain-lain.
3) Murit-muritnya: Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah, Ahmad bin Stabit, Ahmad bin Sunan bin Asad bin Hiban, Ahmad bin Abdullah bin Ayub, Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad, dan lain-lain.
4) Pernyataan para kritikus hadits )Jarah wa Ta’dil(

No Nama kritikus Jarah wa ta’dil atau lafadz yang digunakan
1. Ibnu Mahdi لا تر ى عينك مثله
2. Ahmad bin Hambal إليه المنتهى في التثت بلبصرة
3. Ali bin al-Madhini رأيت أعلم بلرجل منه
4. Abu Zar’ah ar-Razi من الثقت الحفظ
5. Abu Hatim ar-Razi حجة حافظ
6. An-Nasai ثقة ثبت مرضي
7. Ibnu Sa’ad كان ثقة, مأمونا, رفيعا حجة
8. Al-Ajlani بصري, ثقة في الحديث, كان لا يحدث إلا عن ثقة


c. Hasyim
1) Nama lengkap:Hasyim bin U’rwah bin Zubair bin al-Awam, wafat 145 H.
2) Guru-gurunya: Abu Bakar bin Wail bin Daud, al-Hasin bin Abdullah bin ‘Abas, Hafishah bintu Sairin, Zayid bin al-Shalah bin M’udakarab, Shalih Ibnu Abi Shalih, U’rwah bin az-Zubzir bin al-A’wam bin Khawalid bin Asad bin Azi bin Qasim, dan lain-lain.
3) Murit-muritnya: Ibnu bin Yazid, Ibrahim bin Muhammad bin Abdurrahman, Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim bin ‘Awaf, Ibnu Bakar, Abu Bakar bin ‘Isya bin Muslim, Asmah bin Hafish, Israil bin Yunus bin Ishaq, Yahya bin Sa’id bin Ibnu bin al-Laish bin Amiyah, Yahya bin Sa’id bin Farwa, dan lain-lain.
4) Pernyataan para kritikus hadits atau Jarah wa Ta’dil

No Nama kritikus Jarah wa ta’dil atau lafadz yang digunakan
1. Muhammad ibn Sa’id ثقة ثبت حجة
2. Ya’qub bin Syaibah ثقة ثبت
3. Abu Hatim ar-Razi ثقة, إمام في الحديث
4. Ibnu Kharisy صدوق
5. Al-‘Ajlani ثقة
6. Ibnu Hiban متقن حفظ
7. Zaid Ibnu Sa’id ثبتا كثير الحديث, حجة



d. Abi
1) Nama Lengkap: ‘Urwah bin Zubair bin Awam bin Khuwailid bin Asad bin Abduluzza bin Qasi Al-Asadi, wafat 93 H.
2) Guru-gurunya: Asmah bin Zaid bin Haristah Syar Habil, Asmah bintu Bakar as-Shidiq, Asmah bintu ‘Amisa, Basrah bintu Shafwan bin Nufal, Basyir bin Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Umar, Jabir bin Abdullah bin ‘Umar bin Harim, A’isyah bintu Abu Bakar as-Shidiq, Asim bin ‘Umar bin Khatab, dan lain-lain.
3) Murid-muridnya: Ibrahim bin ‘Uqbah bin Abi ‘Isya, Abu Bakar bin Abdullah bin Jahim, Ismail bin Abi Hakim, Tamim bin Salamah, Khalid bin Abi ‘Umar, Hisyam bin Urwah bin Yazid bin Awam, Hilal bin Maqlash, dan lain-lain.
4) Pernyataan para kritikus hadits atau Jarah wa Ta’dil

No Nama kritikus Jarah wa ta’dil atau lafadz yang digunakan
1. Ibnu Sa’id كان ثقة، كثير الحديث، فقيها، عالما، ثبتا, مأمونا
2. Sufyan bin ‘Uyainah أعلم النس باالحديث عئشة
3. Al-Ujliy ثقة
4. Ibnu Hiban ذكره في الثقت
5. Al-‘Ijilni مدني، تابعي، ثقة، وكان رجلا صا لحا، لم يدخل في شيء من الفتن


e. ‘Aisyah
1) Nama Lengkap: ‘Aisyah bintu Abu Bakar as-Shidiq, wafat 58 H.
2) Guru-gurunya: Asyad bin Hudhyar bin Samak bin ‘Atik, Jadmah bintu Wahab, Harits bin Hasyim bin Mughirah, Hamzah bin ‘Umar bin Awmar, Sa’ad bin Malik bin Sinan bin Abid, ‘Umar bin Khathab bin Nufa’il, Fatimah bintu Rasulullah.
3) Murid-muridnya: Ibrahim bin Abdurahman bin Abdullah ibnu Rabi’ah, Ibrahim bin Yazid bin Syarak, Abu Bakar Ibnu Abdurrahman bin Harits bin Hazim bin Mughirah,Abu Sahlah Maula ‘Usman, Rafi’ bin Mahram, Urwah bin Zubair bin Awam bin Khawalid bin Asad bin Abdulaziz bin Qasim, dan lain-lain.
4) Pernyataan para kritikus hadits atau Jarah wa Ta’dil
a. Mayoritas ulama kritikus mengatakan:
من الصحبة ورتبتهم أسمى مرتب العدلة والتوثيق
‘Aisyah adalah salah satu istri Nabi yang banyak meriwayatkan hadits, sehingga tidak diragukan lagi mengenai keadilannya. Tidak ada seorang kritikus hadits yang mencela pribadinya dalam menyampaikan hadits. Lambang tahamul wa al-ada’ yang beliau gunakan adalah qala, menurut sebagian ulama, kata qala merupakan salah satu bentuk berita yang menunjukkan bahwa hadits yang disampaikan oleh seorang shahabat diterima dari Nabi dengan cara as-sama’. Dengan demikian sanad antara ‘Aisyah dengan Nabi bersambung.
2. Meneliti kemungkinan adanya syuzuz dan ‘illah
Kekuatan sanad Ahmad yang diteliti ini makin meningkat bila dikaitkan dengan pendukung berupa mutabi’. Sanad yang memiliki mutabi’ terletak pada sanad Adzarimi, Ibnu Majah, Al-Bukhari, dan Ahmad. Sedangkan sanad yang memiliki syahid adalah jalur sanad Muslim. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Hadits Al-Bukhari yang bersanadkan Musadad bin Musrahad itu menjadi mutabi’ tamm terhadap hadits Ahmad, sebab Al-Bukhari mengikuti periwayatan guru Ahmad sejak dari guru yang terdekat yaitu Yahya bin Said sampai kepada guru yang agak jauh, yaitu Hasyim bin ‘Urwah dan hingga gurunya yang paling jauh, yaitu shahabat ‘Aisyah ra. jadi seluruh guru Ahamad di ambil dan diikutinya.
b. Hadits Ibnu Majah yang bersanadkan ‘Ali bin Muhammad menjadi mutabi’ tamm terhadap hadits Ahmad, sebab Ibnu Majah mengikuti periwayatan guru Ahmad sejak dari guru yang terdekat yaitu Wakiq bin Jurha sampai guru yang agak jauh, yaitu Hasyim bin ‘Urwah dan hingga gurunya yang paling jauh, yaitu shahabat ‘Aisyah ra. jadi seluruh guru Ahamad di ambil dan diikutinya.
c. Hadits Adzarimi yang bersanadkan Muhammad bin Yusuf, serta jalur hadits Ibnu Majah yang bersanadkan Sahl bin Abi Sahl itu menjadi mutabi’ qashir, karena semua jalur tersebut bertemu atau berpusad pada guru yang paling jauh yaitu Hasim bin ‘Urwah Jadi kesemua jalur sanad tersebut menjadi mutabi’ qashir terhadap hadits Ahmad. Dikatakan dengan qashir (Kurang sempurana), karena hanya mengikuti pada beberapa guru saja, tidak semua guru-guru Ahmad.
d. Hadits Muslim yang bersanadkan Harun bin Sa’id, Abdullah bin Wahab, ‘Umar bin Harits, Muhammad bin Muslim, dan Anas bin Malik ra. menjadi syahid terhadap hadits Admad, karena sumber jalur sanad Anas bin Malik itu berbeda dengan sumber hadits Adzarimi dan lainnya. Oleh karena lafadz yang dibawakan oleh Muslim berbeda dengan lafadz hadits Ahmad yang sekaligus maknanya sama, maka hadits Muslim ini dikatakan hadits syahid bi al-ma’na.
Dengan alasan-alasan tersebut, sangat kecil kemungkinannya bahwa sanad Ahmad yang diteliti ini mengandung Syuzuz (kejanggalan) ataupun ‘illat (cacat). Karenanya, telah memenuhi syarat apabila sanad Ahmad yang diteliti ini diyatakan terhindar dari Syuzuz dan ‘illat.
3. Kesimpulan sanad hadits
Melihat dari analisis sanad hadits diatas, dapat dilihat bahwa seluruh periwayatan hadits dalam sanad Ahmad diatas bersifat siqah dan sanadnya bersambung dari sumber hadits pertama yakni Nabi sampai pada periwayatan terakhir Ahmad yang sekaligus sebagai mukharij al-hadits. Hal ini berarti sanad hadits yang diteliti, sanad hadits tentang “Mendahulukan makan malam dari shalat ‘isya” yang diriwayatkan oleh Ahmad berkualitas shahih al-sanad.
D. Kritik Matan Hadits
Informasi yang diperoleh dari pencarian hadits tentang mendahulukan makan malam walau sudah masuk waktu shalat dengan bantuan CD mausu’ah al-hadits al-syarif itu terdapat dalam kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hambal, Sunan Ad-Darimi, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Ibnu Majah. Adapun langkah-langkah dalam kegiatan kritik matan adalah sebagai berikut;

1. Konfigurasi atau membandingkan redaksi matan hadits yang setema
Dalam kegiatan penelitian ini, penulis akan melacak apakah ada kesamaan atau ketidak samaan antara redaksi matan dengan redaksi yang lain, tentunya yang setema. Yang tujuannya nanti akan mengetahui apakah hadits tersebut diriwayatkan secara bi al-lafdzi atau diriwayatkan secara bi al-ma’na. Adapun konfigurasi redaksi yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Redaksi إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَأُقِيْمَتُ الصَّلاَةُ ditemukan dalam tiga hadits yaitu hadits yang dikeluarkan oleh Ahmad ibn Hanbal berjumlah dua , dan Bukhari satu hadits.
b. Redaksi إِذَا حَضَرَ الْعَشَاءُ وَأُقِيْمَتُ الصَّلاَةُ hanya terdapat dalam riwayat Ibnu majah.
c. Redaksi إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَحَضَرَتْ الصَّلاَةُ hanya satu yang meriwayatkan yaitu riwayat ad-Darimi.
d. Redaksi إِذَا أُقِيْمَتُ الصَّلاَةُ وَحَضَرَ الْعَشَاءُ hanya terdapat dalam riwayat Bukhari.
e. Redaksi إِذَا قُرَّبَ العَشَاءُ وَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَاءُوا بِهِ قَبْلَ أَنْ تُصَلُّوا صَلاَةَ المَغْرِبِ hanya terdapat dalam riwayat Muslim saja.
Berdasarkan penjelasan diatas hadits ini termasuk hadits yang diriwayatkan secara bi al-ma’na, karena dari matan haditsnya terdapat berbagi macam variasi lafadz haditsnya. Walau dari kelima matan hadits berbeda lafadz satu sama lainnya, namun kesemuanya itu bermakna sama yaitu mendahulukan makan malam walau sudah masuk waktu untuk mendirikan shalat isya’. Sehingga dari penelitian diatas hadits tersebut terhindar adari syaz dan ‘illat.
2. Meneliti kandungan matan hadits dengan ayat al-Qur’an
Secara jelas didalam ayat al-Qur’an tidak ditemukan perintah ataupun larangan mendahulukan makan malam walau sudah masuk waktu shalat isya’. Namun didalam ayat al-Qur’an hanya membahas tentang makanan yang halal, haram, etika ketika makan, dan undangan makan. Namun demikian peneliti mencoba mengaitkan hadits diatas dengan anjuran menjaga kekhusyu’an dalam mendirikan shalat, seperti dalam surat al-Mu’minuun ayat 2 yang berbunyi;
     
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,

Melihat teks ayat diatas, ini memberikan sebuah pengertian atau penjelasan bahwa salah satu sayarat kekhusyu’an dalam shalat adalah terhindarnya dari hal-hal yang menganggu kekhusyu’an shalat. Hadits yang penulis teliti ini, masuk dalam hal yang menggangu shalat atau salah satu cara agar shalat yang dilakukan bisa kusyu’. Artinya apabila seorang dalam keadaan lapar dan makanan sudah tersedia atau sudah dihidangkan kemudian terdengar adzan, maka dahulukan makan dari pada shalat, karena apabila mendahulukan shalat, ini akan mengakibatkan pikiran atau konsentrasi dalam shalatnya menjadi kacau sehingga shalatnya tidak khusyu’. Jadi dengan mendahulukan makan makanan yang sudah dihidangkan itu akan menjaga pikiran dan hati ketika dalam melakukan shalat. Sehingga hadits tersebut paralel dengan ayat al-Qur’an dan terhindar dari kemukhtalifan hadits.

3. Kesimpulan matan hadits
Dari penjelasan mengenai kritik matan diatas, peneliti memberikan kesimpulan bahwa hadits tentang mendahulukan makan makanan yang sudah dihidangkan walau sudah masuk waktu shalat adalah berkualitas maqbul.